Puncak Cinta
Apa yang kalian pikirkan tentang cinta? * jangan dijawab di komentar artikel ini, karena akan menimbulkan keributan luar biasa, hahaha Kita tau, tiap orang punya pandangan tersendiri tentang cinta, ada yang menyebutnya anugerah terindah, ada yang menyebutnya hanya angan belaka, bahkan ada yang menyebutnya sebagai kutukan, kerugian, dll. Macam2 lah, tak perlu disebutkan satu per satu, karena hanya akan memenuhi isi postingan ini. Walaupun banyak orang mendefinisikan pengertian cinta dengan beragam maksud dan tujuan, namun pada dasarnya cinta itu ialah sebuah perasaan kasih dan sayang kepada seseorang tertentu. Cinta itu menimbulkan dampk positif, baik bagi orang yang saling mencintai, maupun pihak ketiga, tak ada cinta yang berujung keributan atau perpecahan, kalaupun ada, berarti itu bukan cinta sesungguhnya, melainkan cinta yang hanya diucapkan lewat mulut, tak sampai ke hati. Kembali pada judul postingan diatas, yaitu puncak cinta. Sepeti apa cinta yang telah mencapai puncaknya? Atau bisa dikatakan cinta maksimal? Apakah memang benar cinta memiliki tingkatan tertentu? Atau sesungguhnya tak ada tingkatan cinta? Cinta ya cinta, tak ada cinta kelas A, kelas B, dll. Seperti itu? * kembali tak perlu dijawab pertanyaan tersebut karena hanya akan memenuhi kolom komentar artikel ini hhaha Namun saya punya pandangan tersendiri, bagaimana cinta mencapai puncaknya apa saja proses yang harus dilalui untuk mencapai puncak, dan apa saja ciri-ciri setiap tingkatan itu. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin mengajak anda flashback masa lalu (asiik :D), masa dimana ketika kita masih menjadi anak mungil, imut, serta menjengkelkan banyak orang dewasa akibat tingkah konyol kita, itulah masa-masa balita.
Apakah saat masih kecil kau mencintai ibumu? Apakah kau juga mencintai ayahmu? (Tentu semua menjawab ya). Dan pada saat itu, tentu kalian berani berkata dihadapan mereka "Ibu, ayah aku mencintai kalian" Apakah pernah ibu atau ayahmu menggendong anak lain selain dirimu? Lalu bagaimana perasaanmu saat itu? Mungkin ada yang menjawab kesal, ada yang menjawab biasa saja, dan ada yang menjawab tak tahu, atau bahkan lupa. Coba kita lihat anak kecil disekitar kita, karena merekalah cerminan diri kita waktu kecil. Dari pengalaman pribadi, saya beberapa kali melihat anak kecil yang mengetahui ibunya menggendong anak orang lain, banyak diantara mereka menangis minta digendong pula, bahkan ada pula yang menangis dan menyuruh ibunya menurunkan anak lain tersebut, sehingga sang anak kena marah ibunya karena kesal. Contoh lain ketika anak kecil yang sudah memiliki adik. Ketika si adik menangis kemudian digendong dan ditenangkan oleh ibu atau ayahnya, pernah kita menjumpai anak kecil yang akan mengatakan "Mama ga sayang aku, lebih sayang dede" atau "Ayah ga sayang aku, lebih sayang dede" Atau ketika anak kecil yang mengetahui kakaknya asyik bermain dengan anak lain, sering kita jumpai anak-anak, mencoba mencuri perhatian kakaknya agar berhenti bermain dengan anak tersebut dan beralih bermain dengan dirinya. Sebuah bentuk kecemburuan nyata yang diperlihatkan oleh anak-anak khususnya balita. Itulah cinta level paling bawah, mencintai atas dasar kepemilikan. Yang artinya bahwa mereka beranggapan dan berkeinginan memiliki seseorang secara utuh tanpa gangguan pihak lain.
Ketika sang anak beranjak remaja, mungkin banyak diantara mereka yang tak lagi cemburu dan menangis ketika sang ibu, ayah, kakak, atau orang tersayangnya bermain dengan orang lain, karena mereka juga mulai mengenal orang-orang seumuran mereka, namun disinilah konflik hidup pertama muncul. Pernahkan kalian menjumpai anak yang saling berdebat tentang orang tuanya? Sebagai contoh : A : ayahku beliin aku baju pas ulang tahun dong B : kalo ayahku beliin sepatu pas ulang tahun dong, kan bagusan sepatu A : tapikan mahalan baju B : tapikan ayahku beli sepatunya di Mall terkenal, jadi mahal A : . . . . . . . B : ayahku kesana naik mobil sendiri dong A : . . . . . . . B : ayahku juga janji mau beliin baju sama tas baru A : *pulang sambil menangis Kemudian si anak menceritakan semuanya pada ayahnya. Sang ayah mendengarkan cerita si anak sambil menghela nafas panjang dan menahan agar air matanya tak keluar, kemudian ibunya memeluk si anak dengan erat menghadap punggung si anak untuk menutupi tangisannya. "Sabar ya nak, besok ayah belikan semua yang kamu minta". Janji manis ayah untuk menenangkan anaknya agar tak menangis lagi, padahal sang ayah tau kalau dirinya tak mampu membelikan apapun pada anaknya karena penghasilannya yang minim sebagai buruh pabrik. Si anak mulai malu untuk mengatakan "ayah aku mencintaimu" atau "ibu aku mencintaimu" pada sang ayah tau ibu. Terlebih ketika bertemu teman, tak mampu ia mengucapkan kata-kata itu. Disinilah level cinta selanjutnya, cinta yang berdasar pada fisik, materi, dan segala sesuatu yang dimiliki. Kadar cinta mulai menurun dari level sebelumnya ketika sebelumnya ia tak memperdulikan apapun selain keberadaan seseorang yang ia cintai disampingnya.
Mulai beranjak dewasa, si anak sudah sepantasnya disebut orang. Ketika seseorang mulai terbuka mata hatinya untuk menerima apapun kekurangan orang yang dicintainya. Sebagai contoh ketika seseorang mulai sadar akan kapasitas ayah dan ibunya, ia tak akan memaksa untuk dibelikan sesuatu yang ia inginkan, ia lebih memilih untuk memendam keinginannya dan bertekad mewujudkannya dari hasil keringatnya sendiri. Jati diri mulai terbentuk. Ketika ia sudah berhasil mewujudkan keinginannya, lantas ia memiliki tekad untuk mewujudkan keinginan orang tuanya. Ia lantas bertanya "ibu, apa yang kau inginkan", "ayah apa yang kau inginkan" Kau tau? Apa hal yang paling diinginkan orang tua yang sudah berusia lanjut dari anaknya? Mereka akan menjawab : "kami cuma ingin kamu sehat, dan tidak melupakan kami" Jawaban itu akan membuat seseorang sadar kembali, bahwa sesungguhnya cinta tak harus dibalas dengan suatu materi, cinta tak harus diartikan sebagai dua orang atau lebih yang saling berdekatan jarak. Ia tak lagi berfikir ibunya harus menjadi ibu sempurna, dan ayahnya harus menjadi ayah sempurna, ia juga tak berfikir apakah suatu saat ibu dan ayahnya akan melupakan dia karena suatu penyakit, ia juga tak peduli apakah ibu dan ayahnya dekat dengan dia. Karena ia hanya berfikir untuk memenuhi kebutuhan orang tuanya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani, memberi nafkah, memberi cinta dan kasih, walaupun orang tuanya semakin bau karena tak pernah mandi akibat kemampuan fisik yang menurun. Disinilah level cinta tertinggi, ketika seseorang tak peduli apakah orang lain dekat dengannya, apakah orang lain menjauhi dia untuk dekat dengan orang lain, atau bahkan melupakan dia karena alasan tertentu, ia hanya mencoba mewujudkan cinta yang ia miliki sebagai perilaku yang positif. Di level ini juga tak berlaku kata "aku mencintaimu", karena cinta bukan untuk diucapkan, melainkan diwujudkan secara nyata dan konsekuen. Inilah puncak cinta, cintailah semua orang sampai puncaknya, baik orang tua, saudara, sahabat, pasangan, istri, dan orang-orang terdekatmu. Karena puncak cinta tak akan pernah memberi dampak negatif, pada siapapun.
0 Response to "Puncak Cinta"
Post a Comment