Profil dan Kisah Rudy Hartono Sang Wonder Boy
Like father like son, itulah yang dialami oleh Rudy Hartono Kurniawan kecil. Ayahnya yang seorang pelatih bulu tangkis dan salah satu pendiri Asosiasi Bulu Tangkis Oke dan klub PB Surya Naga di kotanya, maka tak heran Rudy kecil mengikuti jejak ayahnya tersebut. Sebenarnya Rudy kecil juga berbakat dibidang olahraga lain yaitu bulutangkis, renang dan bola namun oleh ayahnya diarahkan ke olahraga Bulutangkis meskipun pada awalnya Rudy kecil lebih memilih Renang dan Sepakbola menjadi olahraganya.
Rudy semasa kecil sudah menunjukkan bakatnya bermain Bulutangkis saat berumur 9 Tahun,, tetapi ayahnya baru menyadarinya ketika Rudi sudah berumur 11 tahun. Sebelum itu Rudy hanya berlatih di jalan raya aspal di depan kantor PLN di Surabaya, yang sebelumnya dikenal dengan Jalan Gemblongan -- ditulis oleh Rudy Hartono dalam bukunya Rajawali Dengan Jurus Padi (1986). Rudy berlatih hanya pada hari Minggu, dari pagi hari hingga pukul 10 malam. Setelah merasa cukup, Rudy memutuskan utuk mengikuti kompetisi-kompetisi kecil yang ada di sekitar Surabaya yang pada masa itu biasanya hanya diterangi oleh sinar lampu petromax.
Mulai saat itulah Rudy kecil di latih oleh ayahnya melalui Asosiasi Bulu Tangkis Oke dengan proses latihan yang disiplin. Program kepelatihannya ditekankan pada empat hal utama yaitu: kecepatan, pengaturan napas yang baik, konsistensi permainan dan sifat agresif dalam menjemput target. Ditambah lagi dengan latihan lari panjang dan jarak pendek sebagai latihan penunjang.
Pindah Ke Klub Rajawali lalu ke Pusat Pelatihan Thomas Cup.
Pindah Ke Klub Rajawali lalu ke Pusat Pelatihan Thomas Cup.
Pada awalnya Rudy remaja sudah merasa cukup nyaman berlatih di tempat latihan ayahnya, namun dia kemudian pindah ke klub bulutangkis yang sudah melahirkan bibit pebulutangkis dunia yakni Klub Rajawali untuk mengembangkan kemampuan bulutangkisnya lagi.
Berselang beberapa lama kemudian, dia pindah lagi ke Pusat Pelatihan Thomas Cup. Hal ini dilakukannya pada tahun 1965 agar bakatnya lebih terasah lagi dan bisa mendapatkan kesempatan lebih untuk bertanding di level internasional. Dari sinilah bakatnya membuahkan prestasi yaitu ikut andil dalam perebutan gelar kemenangan Thomas Cup tahun 1967 lalu disusul Juara All England pertamanya di usia yang terbilang belia yaitu 18 tahun. Waktu itu di final ia mengalahkan Tan Aik Huang dari Malaysia dengan skor 15-12 dan 15-9 dan kemudian terus memenangkan titel Juara All England ini sebanyak 8 kali dan itu merupakan rekor yang belum terpesahkan sampai saat ini (*2012). Karena itu lah ia disebut sebagaiRudy Hartono Sang Wonder Boy.
Tapi sekali lagi pepatah selalu mengatakan "setinggi - tingginya tupai melompat pasti akan jatuh juga". Ya..itu pulalah yang pernah dialami oleh Sang Wonder Boy ini. Di final All England 1973 yang hampir menjadi menjadi rekornya 8 kali juara berturut- turut sirna didepan mata saat dikalahkan oleh Svend Pri asal Denmark. Lalu saat Final Thomas Cup 1982 lagi - lagi iya ditaklukkan oleh Luan Jin asal China dan Piala pun untuk pertama kalinya selama 21 tahun pindah tangan dari Indonesia ke Negeri Bambu tersebut padahal pada saat itu negara China masih sebagai pendatang baru.
Pasca kekalahan terakhir tersebut, Rudy kemudian gantung raket. Dalam karirnya ia juga sempat diangkat menjadi Ketua Bidang Pembinaan PB-PBSI dan juga mendirikan klub Bulutangkis Jaya Raya, yang merupakan asal bibit pemain dunia lainnya yakni : Susy Susanti, Alan Budi Kusuma, serta Chandra Wijaya dan Tony Gunawan.
Nama : Rudy Hartono Kurniawan
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 18 Agustus 1949
Agama : Kristen Protestan
Ayah : Zulkarnaen Kurniawan
Menikah : 28 Agustus 1976
Istri : Jane Anwar
Anak : Christopher Hartono Kurniawan dan Christine Hartini Kurniawan
Pegangan Raket : Tangan Kanan
Julukan : Wonder Boy
Saudara Kandung : Freddy Harsono, Diana Veronica, Jeanne Utami, Eliza Laksmi Dewi, Ferry Harianto, Tjosi Hartanto, dan Hauwtje Hariadi.
Pendidikan :
- SMA
- Sarjana Muda, Fakultas Ekonomi Trisakti Jakarta
Prestasi :- Juara tunggal putra All England delapan kali (1968, 1969, 1970, 1971, 1972, 1973, 1974, dan 1976):
- 1968: Menang mengalahkan Tan Aik Huang (Malaysia)
- 1969: Menang mengalahkan Darmadi (Indonesia)
- 1970: Menang mengalahkan Svend Pri (Denmark)
- 1971: Menang mengalahkan Muljadi (Indonesia)
- 1972: Menang mengalahkan Svend Pri (Denmark)
- 1973: Menang mengalahkan Christian (Indonesia)
- 1974: Menang mengalahkan Punch Gunalan (Malaysia)
- 1975: Kalah dari Svend Pri (Denmark)
- 1976: Menang mengalahkan Liem Swie King (Indonesia)
- 1978: Kalah dari Liem Swie King (Indonesia)
- Juara bersama Tim Indonesia dalam Thomas Cup (1970, 1973, 1976 dan 1979)
- Juara Dunia, 1980
- Japan Open, 1981
- Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI (1981-1985)
Kegiatan lain :
- Main dalam film Matinya Seorang Bidadari (1971) bersama Poppy Dharsono- Pengusaha/agen peralatan olahraga (1984-sekarang)
Penghargaan:
- Olahragawan terbaik SIWO/PWI (1969 dan 1974)- IBF Distinguished Service Award 1985- IBF Herbert Scheele Trophy 1986 – penerima pertama- Honorary Diploma 1987 dari the International Committee's "Fair Play" Award
*) Rudy Hartono bahkan sempat dibuatkan rancangan komik oleh satu fansnya.
ada beberapa fakta unik dan mungkin anda belum tahu sebelumnya. Berikut saya coba rangkum kisah - kisahnya di bawah ini yang saya dapatkan dari beberapa sumber.
Perisitwa Scheele
Peristiwa ini benar - benar membuat Rudy Hartono dan kawan - kawan terhenyak. Betapa tidak mungkin perjuangan mereka dalam usaha mempertahankan Thomas Cup di tahun 1967 di Istora Senayan sirna didepan mata. Persaingan sengit diperlihatkan antara Tim Indonesia dan Tim Malaysia di partai final. Pada saat itu Rudy Hartono masih terbilang masih belia dan belum punya jam terbang yang mencukupi bersama teman satu timnya yaitu Muljadi.
Sebenarnya waktu itu kesempatan untuk menang Tim Indonesia terbilang kurang. Hal itu dikarenakan akibat regenerasi pemain yang kurang baik jarak usia yang begitu jauh antara pemain senior seperti Ferry Sonneville dan pemain junior seperti Rudy dan Muljadi.
Tragedi ini terjadi saat permainan ganda putra Indonesia yang dimainkan oleh Agus Susanto / Muljadi berhadapan dengan ganda Malaysia Ng Boon Bee/Tan Jee Khan. Waktu itu ganda putra Indonesia dalam tekanan akibat tidak mampu bermain lepas dan nyaris saja kalah. Tapi entah mengapa tiba - tiba suasana di Istora seakan berubah total. Ganda Malaysia seperti berhadapan dengan semua orang yang ada di Istora Senayan. Skor 4-13 hampir saja memenangkan ganda Malaysia di game kedua yang dimana pada game pertama dimenangkan juga oleh ganda malaysia. Tapi akibat tekanan yang begitu dashyat dari para penonton yang berupa ejekan dan cemohan yang bersifat anti Malaysia maka 2 angka penutup yang dibutuhkan ganda Malaysia tidak pernah datang bahkan Tim Ganda Indonesia berhasil memenangkan game kedua dan memaksa terjadinya rubber set.
Namun di situlah perkara dimulai. Wasit Herbert Scheele tiba - tiba menghentikan pertandingan dengan tidak melanjutkan rubber set. Dan akibat dari keputusannya itu Indonesia dinyatakan kalah dengan skor 3-6 dan gelar Thomas Cup pun indah ke tangan Malaysia.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah "tragedi Scheele." Media massa pada saat itu yang masih bersemangat revolusioner menggunakan istilah-istilah yang membakar kebencian masyarakat. Terlihat seperti dalam tulisan, "Scheele memperlihatkan kesombongan bangsawan Inggris di depan penonton istora. Ia bertolak pinggang dan melambaikan tangannya untuk menaggil seorang pejabat kita, ketua umum PBSI Padmo Soemasto."
Sebutan Wonder Boy
Orang yang pertama kali menyebut Rudy Hartono sebagai Wonder Boy adalah Herbert Scheele itu sendiri. Dia melihat bakat dari Rudy Hartono yang terpendam sebagai cikal bakal juara nantinya. Pada kesempatan lainnya ia juga meramalkan juara All England 1977 Fleming Delfs dari Denmark tidak akan bertahan lama dan ternyata benar karena yang menjadi Juara All England di tahun 1978 adalah Rudy Hartono itu senidri.
Rudy Gagal Mengukir Sejarah dengan 8 kali Juara All England Berturut - turut
Tahun 1975 Rudy bersiap mengukir rekor delapan kali juara All England. Latihan berat dilakukan seperti biasanya. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang langsung ke All England, Rudy bertarung dulu di Denmark dan menjadi juara dengan mengalahkan Svend Pri di final. Sukses ini memberi keyakinan pada diri Rudy dan semua pencintanya yang yakin dia akan jadi juara All England lagi dan mencatat rekor delapan kali juara. Optimisme itu bukan ilusi. Rudy menang di babak-babak awal hingga semifinal. Dilahapnya Ippei Kojima (Jepang) di perempat final lalu Flemming Delfs (Denmark) di semifinal. Bertemulah Rudy dengan Svend Pri di final. Rudy tampaknya mendapat beban mental tersendiri. Ketegangan menerpa dirinya. “Entah mengapa di dalam final, rasa “takut kalah” itu tiba-tiba muncul kembali. Ketegangan itu tentu saja membuat saya nerveous, gelisah,” katanya.
Tahir Djide, pelatih yang mendampinginya saat itu, menceriterakan bagaimana tegangnya pemain itu. ”Sampai-sampai dia tidak ingat membawa handuk,” katanya. Terpaksa Tahir kembali ke hotel—jaraknya kurang dari 200 meter—agar semua peralatan Rudy lengkap. “Rudy juga kelihatan tegang,” tambah Tahir. Biasanya Rudy mengambil inisiatif menyerang dulu kalau berhadapan dengan Pri. Kali ini ternyata lain. Rudy hanya sanggup berinisiatif pada angka-angka awal dan setelah itu dia didikte lawan. Dia banyak membuat kesalahan dan kalah di set pertama 11-15. Set kedua keadaan tidak berubah, meski Rudy sempat memimpin 8-4, tetapi kemudian Pri unggul 12-8. Banyak angka diperoleh Pri karena Rudy ragu-ragu dalam mengembalikan bola-bola Pri. ”Sebab apa? Sebab saya takut di smes,” kata Rudy. Sang juara bertahan berusaha keras menyusul. Berhasil dan bahkan unggul 14-12.
Namun, sungguh sulit mengakhiri set ini untuk kemenangan. Satu angka vital itu seakan jauh di mana. Pri berspekulasi dengan mengubah permainan. Dia menubruk bola-bola yang sebelum ini akan di angkat. Rudy kelabakan mengembalikan serangan-serangan macam ini. Pri pun menyamakan kedudukan 14-14 dan kemudian unggul 17-14. Rudy pun gagal menjadi juara delapan kali berturut-turut. Gagal pula mengukir rekor delapan kali juara. Rudy kemudian bertekad membuat revans atas kekalahan itu. Dia tetap ingin gelar kedelapan, sama dengan keinginan semua pembina, pencinta, dan masyarakat bulu tangkis Indonesia. Tahun 1976 itu banyak kejuaraan besar yang harus diikuti Indonesia.
Merebut Gelar ke 8 All England yang sempat tertunda dan Kontroversi - Lim Swi King mengalah pada Rudy hartono?
Selain kejuaraan beregu putra Piala Thomas juga ada All England dan Kejuaraan Asia. Yang terakhir ini diselenggarakan oleh negara-negara Asia—dengan dukungan utama Cina—yang ‘berontak’ terhadap IBF dan ingin mendirikan organisasi tandingan World Badminton Federation (WBF). Indonesia pun membagi kekuatan menjadi dua: Rudy, Liem Swie King, Tjuntjun, dan Johan Wahjudi ke London, serta Iie Sumirat, Christian Hadinata, dan Ade Chandra ke Bangkok. Rudy bertugas mencetak rekor delapan kali juara, Iie diminta membungkam kampanye seakan-akan pemain Cina tak terkalahkan. Rudy sukses melakukannya, demikian juga Iie. Bagaimana Rudy melakukan hal yang kini tak mungkin dicapai siapa pun? Babak-babak awal tidak ada masalah. Barulah pada semifinal dia menghadapi kendala. Saat bertemu pemain Denmark, Fleming Delfs yang jangkung, set pertama Rudy menang 15-10. Namun, set kedua tiba-tiba kaki Rudy menghadapi masalah. Telapak kaki kanannya dirasakan sakit, akibat mengganti sepatu dengan yang baru. Rudy ketinggalan 0-3, 5-9, 7-10, dan lalu kalah 7-15. “Wah, sampai di sinilah riwayat karier saya. Cita-cita untuk menjadi juara delapan kali harus ditunda. Entah sampai kapan?,” kata Rudy dalam hati. Namun, Rudy tetap ingin rekor itu karenanya dia tetap main di set ketiga.
Pada saat ketinggalan 2-9 Rudy mengubah permainan, dari menyerang menjadi main lambat dengan reli-reli. Ternyata taktik ini jalan. Dari ketinggalan 9-13, Rudy menyamakan 13-13. Kemenangan diraih Rudy dengan 18-15. Rudy kemudian bertemu Liem Swie King di final. Rudy menang dan menjadi pemain pertama yang delapan kali menjadi juara di All England.Inilah gambaran Rudy tentang kemenangan itu. “Merupakan tanda tanya besar, apakah kemenangan saya itu ”diberi” atau memang saya perjuangkan dengan sungguh-sungguh. Saya sendiri merasakan pada saat itu King tidak ”memberikan” dengan begitu saja. Tapi memang tampaknya tidak bersungguh-sungguh untuk menang,” begitu tulis Rudy.
Kegiatan Lain di Luar Bulutangkis
Sebenarnya bukan hanya bulu tangkis yang dia lakukan. Dia pernah ikut latihan renang dan memperoleh berbagai sertifikat. Hanya di sini dia tidak pernah ikut kejuaraan. Ia juga sempat belajar dan bisa bersepatu roda. Yang ini dilakukan diam-diam. Sepak bola dan bola voli juga pernah dilakukannya. Tapi semuanya tidak seserius bulutangkis.
Ketika sudah terkenal, dia sempat menjadi bintang film bersama Poppy Darsono berjudul “Matinya Seorang Bidadari”. Dia juga sempat mencoba menjadi pilot Garuda bersama Darmadi. Namun, Rudy akhirnya tetap Rudy juga: bulutangkis tidak ditinggalkannya. Meski sempat jantungnya di by pass dia tetap setia dengan bulutangkis
Tapi sekali lagi pepatah selalu mengatakan "setinggi - tingginya tupai melompat pasti akan jatuh juga". Ya..itu pulalah yang pernah dialami oleh Sang Wonder Boy ini. Di final All England 1973 yang hampir menjadi menjadi rekornya 8 kali juara berturut- turut sirna didepan mata saat dikalahkan oleh Svend Pri asal Denmark. Lalu saat Final Thomas Cup 1982 lagi - lagi iya ditaklukkan oleh Luan Jin asal China dan Piala pun untuk pertama kalinya selama 21 tahun pindah tangan dari Indonesia ke Negeri Bambu tersebut padahal pada saat itu negara China masih sebagai pendatang baru.
Pasca kekalahan terakhir tersebut, Rudy kemudian gantung raket. Dalam karirnya ia juga sempat diangkat menjadi Ketua Bidang Pembinaan PB-PBSI dan juga mendirikan klub Bulutangkis Jaya Raya, yang merupakan asal bibit pemain dunia lainnya yakni : Susy Susanti, Alan Budi Kusuma, serta Chandra Wijaya dan Tony Gunawan.
Nama : Rudy Hartono Kurniawan
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 18 Agustus 1949
Agama : Kristen Protestan
Ayah : Zulkarnaen Kurniawan
Menikah : 28 Agustus 1976
Istri : Jane Anwar
Anak : Christopher Hartono Kurniawan dan Christine Hartini Kurniawan
Pegangan Raket : Tangan Kanan
Julukan : Wonder Boy
Saudara Kandung : Freddy Harsono, Diana Veronica, Jeanne Utami, Eliza Laksmi Dewi, Ferry Harianto, Tjosi Hartanto, dan Hauwtje Hariadi.
Pendidikan :
- SMA
- Sarjana Muda, Fakultas Ekonomi Trisakti Jakarta
Prestasi :- Juara tunggal putra All England delapan kali (1968, 1969, 1970, 1971, 1972, 1973, 1974, dan 1976):
- 1968: Menang mengalahkan Tan Aik Huang (Malaysia)
- 1969: Menang mengalahkan Darmadi (Indonesia)
- 1970: Menang mengalahkan Svend Pri (Denmark)
- 1971: Menang mengalahkan Muljadi (Indonesia)
- 1972: Menang mengalahkan Svend Pri (Denmark)
- 1973: Menang mengalahkan Christian (Indonesia)
- 1974: Menang mengalahkan Punch Gunalan (Malaysia)
- 1975: Kalah dari Svend Pri (Denmark)
- 1976: Menang mengalahkan Liem Swie King (Indonesia)
- 1978: Kalah dari Liem Swie King (Indonesia)
- Juara bersama Tim Indonesia dalam Thomas Cup (1970, 1973, 1976 dan 1979)
- Juara Dunia, 1980
- Japan Open, 1981
- Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI (1981-1985)
Kegiatan lain :
- Main dalam film Matinya Seorang Bidadari (1971) bersama Poppy Dharsono- Pengusaha/agen peralatan olahraga (1984-sekarang)
Penghargaan:
- Olahragawan terbaik SIWO/PWI (1969 dan 1974)- IBF Distinguished Service Award 1985- IBF Herbert Scheele Trophy 1986 – penerima pertama- Honorary Diploma 1987 dari the International Committee's "Fair Play" Award
*) Rudy Hartono bahkan sempat dibuatkan rancangan komik oleh satu fansnya.
ada beberapa fakta unik dan mungkin anda belum tahu sebelumnya. Berikut saya coba rangkum kisah - kisahnya di bawah ini yang saya dapatkan dari beberapa sumber.
Perisitwa Scheele
Peristiwa ini benar - benar membuat Rudy Hartono dan kawan - kawan terhenyak. Betapa tidak mungkin perjuangan mereka dalam usaha mempertahankan Thomas Cup di tahun 1967 di Istora Senayan sirna didepan mata. Persaingan sengit diperlihatkan antara Tim Indonesia dan Tim Malaysia di partai final. Pada saat itu Rudy Hartono masih terbilang masih belia dan belum punya jam terbang yang mencukupi bersama teman satu timnya yaitu Muljadi.
Sebenarnya waktu itu kesempatan untuk menang Tim Indonesia terbilang kurang. Hal itu dikarenakan akibat regenerasi pemain yang kurang baik jarak usia yang begitu jauh antara pemain senior seperti Ferry Sonneville dan pemain junior seperti Rudy dan Muljadi.
Tragedi ini terjadi saat permainan ganda putra Indonesia yang dimainkan oleh Agus Susanto / Muljadi berhadapan dengan ganda Malaysia Ng Boon Bee/Tan Jee Khan. Waktu itu ganda putra Indonesia dalam tekanan akibat tidak mampu bermain lepas dan nyaris saja kalah. Tapi entah mengapa tiba - tiba suasana di Istora seakan berubah total. Ganda Malaysia seperti berhadapan dengan semua orang yang ada di Istora Senayan. Skor 4-13 hampir saja memenangkan ganda Malaysia di game kedua yang dimana pada game pertama dimenangkan juga oleh ganda malaysia. Tapi akibat tekanan yang begitu dashyat dari para penonton yang berupa ejekan dan cemohan yang bersifat anti Malaysia maka 2 angka penutup yang dibutuhkan ganda Malaysia tidak pernah datang bahkan Tim Ganda Indonesia berhasil memenangkan game kedua dan memaksa terjadinya rubber set.
Namun di situlah perkara dimulai. Wasit Herbert Scheele tiba - tiba menghentikan pertandingan dengan tidak melanjutkan rubber set. Dan akibat dari keputusannya itu Indonesia dinyatakan kalah dengan skor 3-6 dan gelar Thomas Cup pun indah ke tangan Malaysia.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah "tragedi Scheele." Media massa pada saat itu yang masih bersemangat revolusioner menggunakan istilah-istilah yang membakar kebencian masyarakat. Terlihat seperti dalam tulisan, "Scheele memperlihatkan kesombongan bangsawan Inggris di depan penonton istora. Ia bertolak pinggang dan melambaikan tangannya untuk menaggil seorang pejabat kita, ketua umum PBSI Padmo Soemasto."
Sebutan Wonder Boy
Orang yang pertama kali menyebut Rudy Hartono sebagai Wonder Boy adalah Herbert Scheele itu sendiri. Dia melihat bakat dari Rudy Hartono yang terpendam sebagai cikal bakal juara nantinya. Pada kesempatan lainnya ia juga meramalkan juara All England 1977 Fleming Delfs dari Denmark tidak akan bertahan lama dan ternyata benar karena yang menjadi Juara All England di tahun 1978 adalah Rudy Hartono itu senidri.
Rudy Gagal Mengukir Sejarah dengan 8 kali Juara All England Berturut - turut
Tahun 1975 Rudy bersiap mengukir rekor delapan kali juara All England. Latihan berat dilakukan seperti biasanya. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang langsung ke All England, Rudy bertarung dulu di Denmark dan menjadi juara dengan mengalahkan Svend Pri di final. Sukses ini memberi keyakinan pada diri Rudy dan semua pencintanya yang yakin dia akan jadi juara All England lagi dan mencatat rekor delapan kali juara. Optimisme itu bukan ilusi. Rudy menang di babak-babak awal hingga semifinal. Dilahapnya Ippei Kojima (Jepang) di perempat final lalu Flemming Delfs (Denmark) di semifinal. Bertemulah Rudy dengan Svend Pri di final. Rudy tampaknya mendapat beban mental tersendiri. Ketegangan menerpa dirinya. “Entah mengapa di dalam final, rasa “takut kalah” itu tiba-tiba muncul kembali. Ketegangan itu tentu saja membuat saya nerveous, gelisah,” katanya.
Tahir Djide, pelatih yang mendampinginya saat itu, menceriterakan bagaimana tegangnya pemain itu. ”Sampai-sampai dia tidak ingat membawa handuk,” katanya. Terpaksa Tahir kembali ke hotel—jaraknya kurang dari 200 meter—agar semua peralatan Rudy lengkap. “Rudy juga kelihatan tegang,” tambah Tahir. Biasanya Rudy mengambil inisiatif menyerang dulu kalau berhadapan dengan Pri. Kali ini ternyata lain. Rudy hanya sanggup berinisiatif pada angka-angka awal dan setelah itu dia didikte lawan. Dia banyak membuat kesalahan dan kalah di set pertama 11-15. Set kedua keadaan tidak berubah, meski Rudy sempat memimpin 8-4, tetapi kemudian Pri unggul 12-8. Banyak angka diperoleh Pri karena Rudy ragu-ragu dalam mengembalikan bola-bola Pri. ”Sebab apa? Sebab saya takut di smes,” kata Rudy. Sang juara bertahan berusaha keras menyusul. Berhasil dan bahkan unggul 14-12.
Namun, sungguh sulit mengakhiri set ini untuk kemenangan. Satu angka vital itu seakan jauh di mana. Pri berspekulasi dengan mengubah permainan. Dia menubruk bola-bola yang sebelum ini akan di angkat. Rudy kelabakan mengembalikan serangan-serangan macam ini. Pri pun menyamakan kedudukan 14-14 dan kemudian unggul 17-14. Rudy pun gagal menjadi juara delapan kali berturut-turut. Gagal pula mengukir rekor delapan kali juara. Rudy kemudian bertekad membuat revans atas kekalahan itu. Dia tetap ingin gelar kedelapan, sama dengan keinginan semua pembina, pencinta, dan masyarakat bulu tangkis Indonesia. Tahun 1976 itu banyak kejuaraan besar yang harus diikuti Indonesia.
Merebut Gelar ke 8 All England yang sempat tertunda dan Kontroversi - Lim Swi King mengalah pada Rudy hartono?
Selain kejuaraan beregu putra Piala Thomas juga ada All England dan Kejuaraan Asia. Yang terakhir ini diselenggarakan oleh negara-negara Asia—dengan dukungan utama Cina—yang ‘berontak’ terhadap IBF dan ingin mendirikan organisasi tandingan World Badminton Federation (WBF). Indonesia pun membagi kekuatan menjadi dua: Rudy, Liem Swie King, Tjuntjun, dan Johan Wahjudi ke London, serta Iie Sumirat, Christian Hadinata, dan Ade Chandra ke Bangkok. Rudy bertugas mencetak rekor delapan kali juara, Iie diminta membungkam kampanye seakan-akan pemain Cina tak terkalahkan. Rudy sukses melakukannya, demikian juga Iie. Bagaimana Rudy melakukan hal yang kini tak mungkin dicapai siapa pun? Babak-babak awal tidak ada masalah. Barulah pada semifinal dia menghadapi kendala. Saat bertemu pemain Denmark, Fleming Delfs yang jangkung, set pertama Rudy menang 15-10. Namun, set kedua tiba-tiba kaki Rudy menghadapi masalah. Telapak kaki kanannya dirasakan sakit, akibat mengganti sepatu dengan yang baru. Rudy ketinggalan 0-3, 5-9, 7-10, dan lalu kalah 7-15. “Wah, sampai di sinilah riwayat karier saya. Cita-cita untuk menjadi juara delapan kali harus ditunda. Entah sampai kapan?,” kata Rudy dalam hati. Namun, Rudy tetap ingin rekor itu karenanya dia tetap main di set ketiga.
Pada saat ketinggalan 2-9 Rudy mengubah permainan, dari menyerang menjadi main lambat dengan reli-reli. Ternyata taktik ini jalan. Dari ketinggalan 9-13, Rudy menyamakan 13-13. Kemenangan diraih Rudy dengan 18-15. Rudy kemudian bertemu Liem Swie King di final. Rudy menang dan menjadi pemain pertama yang delapan kali menjadi juara di All England.Inilah gambaran Rudy tentang kemenangan itu. “Merupakan tanda tanya besar, apakah kemenangan saya itu ”diberi” atau memang saya perjuangkan dengan sungguh-sungguh. Saya sendiri merasakan pada saat itu King tidak ”memberikan” dengan begitu saja. Tapi memang tampaknya tidak bersungguh-sungguh untuk menang,” begitu tulis Rudy.
Kegiatan Lain di Luar Bulutangkis
Sebenarnya bukan hanya bulu tangkis yang dia lakukan. Dia pernah ikut latihan renang dan memperoleh berbagai sertifikat. Hanya di sini dia tidak pernah ikut kejuaraan. Ia juga sempat belajar dan bisa bersepatu roda. Yang ini dilakukan diam-diam. Sepak bola dan bola voli juga pernah dilakukannya. Tapi semuanya tidak seserius bulutangkis.
Ketika sudah terkenal, dia sempat menjadi bintang film bersama Poppy Darsono berjudul “Matinya Seorang Bidadari”. Dia juga sempat mencoba menjadi pilot Garuda bersama Darmadi. Namun, Rudy akhirnya tetap Rudy juga: bulutangkis tidak ditinggalkannya. Meski sempat jantungnya di by pass dia tetap setia dengan bulutangkis
0 Response to "Profil dan Kisah Rudy Hartono Sang Wonder Boy"
Post a Comment